Pengertian Akad Salam

Pengertian Akad Salam

Pengertian Akad Salam – Selain jual beli, murabahah dan ijarah, di lembaga keuangan syariah pun digunakan akad jual beli lain. Yakni jual beli salam. Jual beli salam ini dijadikan sebagai instrumen pelengkap instrumen-instrumen keuangan Islam lain. Dalam rangka menghindarkan lembaga keuangan syariah dari instrumen riba / bunga. Penggunaan salam merupakan alternatif lain ketika akad jual beli lain sulit diimplementasikan.

Penggunaan akad salam di lembaga keuangan syariah didasari pemikiran bahwa dalam keadaan tertentu sulit untuk mengimplementasikan jual beli secara tunai.

Hal ini disebabkan pada saat akad jual beli barang yang dibutuhkan belum tersedia. Penyediaan barang yang dibutuhkan oleh calon pembeli itu perlu dibuatkan terlebih dahulu oleh produsen. Namun, pada saat yang bersamaan produsen tidak memiliki modal untuk membuat barang pesanan, sehingga meminta pembayaran didahulukan kepada calon pembeli.

Keadaan yang sama terjadi pula di lembaga keuangan syariah, di mana pada saat tertentu sulit melaksanakan jual beli secara lazim, terutama ketika barang yang dipesan oleh nasabah tidak atau belum tersedia. Oleh karena itu, pembiayaan yang mengimplementasikan salam menjadi salah satu solusi untuk mengantisipasi masalah tersebut.

Persoalannya adalah, bagaimana ketentuan syariah yang mengatur tentang salam ini? dan bagaimana bentuk implementasi salam di lembaga-lembaga keuangan syariah? Pembahasan di bawah ini akan diarahkan untuk menjawab persoalan pokok tersebut, di samping persoalan lain yang memiliki relevansi dengan masalah salam.

Pengertian Akad Salam

Secara istilah, salam berarti jual beli sesuatu yang disifatkan dalam perjanjian dengan ra’s al-mâl yang didahulukan dan penyerahan barang diakhirkan untuk ditangguhkan? Dengan kata lain, salam berarti jual beli barang yang ditangguhkan dengan menentukan sifatnya ketika akad dan harganya dibayar di muka.

Dengan demikian, secara terminologi, salam berarti perjanjian jual beli, dengan cara pemesanan barang dengan spesifikasi tertentu yang dibayar di muka, dan penjual harus menyediakan barang tersebut dan diantar kepada si pembeli dengan tempat dan waktu penyerahan barang yang ditentukan di muka.

Pengertian akad salam menurut madzhab empat

Dalam mendefinisikan salam lebih lanjut, di antara para fuqaha telah memberikan rumusan yang bervariasi, sekalipun secara substantif tidak jauh berbeda. Fuqaha Hanafiyah mendefinisikannya dengan: “menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda atau menjual suatu barang yang ciri-cirinya jelas dengan pembayaran modal lebih awal. Sedangkan barangnya diserahkan di kemudian hari.

Selanjutnya, Fuqaha Hanabilah dan Syafi’iyah mendefinisikan salam dengan “akad yang telah disepakati untuk membuat sesuatu dengan ciri-ciri tertentu dengan membayar harganya terlebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan kepada pembeli di kemudian hari.

Sedangkan Fuqaha Malikiyah mendefinisikannya dengan: “jual-beli yang modalnya dibayar terlebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan sesuai dengan waktu yang telah disepakati.”

Dengan demikian, maka dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan salam adalah jual-beli barang di mana pembeli memesan barang dengan spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya, dengan pembayaran yang dilakukan sebelum barang tersebut selesai dibuat. baik secara tunai maupun angsuran, dan penyerahan barangnya dilakukan pada suatu saat yang disepakati di kemudian hari.

Dengan demikian dalam transaksi Salam, pembeli/pemesan memiliki piutang barang terhadap penjual, dan sebaliknya penjual mempunyai utang barang kepada pembeli.

Dari definisi salam di atas, maka dapat diketahui bahwa ada beberapa unsur yang terlibat dalam salam, yaitu

  • shighat (ijab dan qabul).
  • Muslam (orang yang memesan/pembeli),
  • muslam ilayh (orang yang menerima pesanan/penjual).
  • ra’s al-mál al-salam (harga),
  • dan muslam fih (barang yang dipesan).

Ketentuan Akad Salam

Menurut sebagian fuqaha, jual beli salam ini termasuk pada jual beli yang tidak lazim, karena keluar dari ketentuan jual beli pada umumnya. Pada jual beli disyaratkan mesti ada serah terima barang dan harga, sementara dalam salam harga dibayar di muka sedangkan barang diserahkan kemudian.

Oleh karena itu, dalam jual beli salam ditemukan beberapa ketentuan spesifik yang membedakannya dengan jual beli pada umumnya.
Di antara ketentuan tersebut, yang paling utama, berkaitan dengan masalah ra’s al-mâl al-salam dan muslam fih. Dalam masalah ra’s al-mâl al-salam ditetapkan mesti memenuhi syarat sebagai berikut:

  1. Harus jelas jenis dan kadar/jumlahnya; atau jelas nominalnya jika uang.
  2. Pembayaran harganya harus diserahkan penuh atau semuanya pada saat akad di majelis akad.
  3. Tidak boleh terjadi ghabn fakhisy (kecurangan harga; ada selisih yang tidak wajar/zalim).

Sedangkan dalam masalah muslam fih ditetapkan memenuhi syarat sebagai berikut:

  1. Harus sesuatu yang bisa ditimbang (makîl), ditakar (mawzûn) atau dihitung (ma’düd);
  2. Harus jelas dan ditentukan jenisnya; dan
  3. Harus ada tempo yang jelas (diketahui) untuk penyerahan muslam fih tersebut.