Wednesday , December 4 2024

Ketentuan Dan Penyelesaian Masalah Akad Ijarah

Ketentuan Dan Penyelesaian Masalah Akad Ijarah

Ketentuan dan Penyelesaian Masalah Akad Ijarah (Sewa Menyewa) – sewa-menyewa suatu barang adalah hal yang lumrah dan umum terjadi.

Banyak jasa yang menawarkan yang menawarkan sewa suatu barang seperti rental mobil, kamera, sewa rumah, tanah dan seterusnya.

Saat seseorang yang terikat dalam perjanjian sewa-menyewa suatu barang dan jasa. Tidak menutup kemungkinan terjadi perselisihan antara pihak satu dengan yang lainnya.

Lantas seperti apa keadaan yang biasa terjadi saat akad sewa menyewa? Dan bagaimana penyelesaian masalahnya? Selengkapnya silahkan baca berikut ini:

Perihal pemanfaatan barang

Pemanfaatan obyek sewa haruslah seperti yang pertama kali diakadkan, jika penyewaan tersebut misalnya berupa rumah sebagai tempat tinggal.

Maka pemanfaatannya juga harus benar-benar digunakan untuk tempat tinggal bukan untuk kegunaan yang lain seperti sebagai tempat usaha.

Apabila penggunaan obyek sewa tidak seperti perjanjian diawal. Maka akan mengakibatkan banyak permasalahan yang akan timbul dikemudian hari.

Akan tetapi penyewa berhak mentasyarufkan fungsi rumah tersebut kepada orang laian selama tidak menyalahi fungsi rumah tersebut .

Dan apabila obyek yang dijadikan sewa manyewa adalah berupa tanah. Maka harus dijelaskan dalam akad kegunana tanah tersebut, akankah akan digunakan untuk pertanian, perkebunan, mendirikan bangunan, atau sebagai tempat usaha. Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari.

Kerusakan barang sewaan

Tujuan akad ijarah dari pihak penyewa adalah mendapatkan manfaat barang secara optimal. Sedangkan dari pemilik, ijarah bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dari ongkos sewa.

Apabila obyek ijarah rusak sebelum terjadi penyerahan obyek sewa maka akad ijarah tersebut batal kecuali penyewa tetap mau menerima obyek tersebut walau kondisinya kurang sempurna.

Tetapi apabila penyewa tidak mau menerimanya maka dia berhak membatalkan akad sewa menyewa tersebut.

Apabila kerusakan tersebut terjadi setelah penyerahan maka harus dipertimbangkan faktor kerusakan tersebut.

Penyelesaian masalah akad ijarah jika kerusakan disebabkan kelalaian atau kecerobohan pihak penyewa (musta’jir), maka yang berkewajiban mengganti kerusakan tersebut adalah penyewa karena pada waktu penyerahan barang di awal obyek kondisinya tidak rusak.

Pembatalan dan berakhirnya ijarah

Sayyid Sabiq dalam fikih sunah menerangkan akibat batalnya sewa menyewa :

1. Terjadi aib pada barang sewaan yang kejadiannya di tangan penyewa atau terlihat aib lama padanya.

2. Rusaknya barang yang disewakan, seperti rumah dan binatang yang menjadi ‘ain.

3. Rusaknya barang yang diupahkan (ma’jur ‘alaih), seperti baju yang diupahkan untuk dijahitkan, karena akad tidak mungkin terpenuhi sesudah rusaknya barang.

4. Terpenuhinya manfaat yang diakadkan, atau selesainya pekerjaan, atau berakhirnya masa, kecuali jika terdapat uzur yng mencegah fasakh. Seperti jika masa ijarah tanah pertanian telah berakhir sebelum tanaman dipanen.

Maka ia tetap berada di tangan penyewa sampai masa selesainya diketam, sekalipun terjadi pemaksaan, hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya bahaya (kerugian) pada pihak penyewa, yaitu dengan mencabut tanaman sebelum waktunya.

5. Penganut-penganut mazhab Hanafi berkata : “ Boleh memfasakh ijarah, karena adanya uzur sekalipun dari salah satu pihak.

Seperti seseorang yang menyewa toko untuk berdagang, kemudian hartanya terbakar, atau dicuri, atau dirampas, atau bangkrut, maka ia berhak memfasakh ijarah.

Beliau beralasan bahwa hilangnya sesuatu yang digunakan untuk memperoleh manfaat itu sama dengan hilangnya barang yang memiliki manfaat itu.

Pendapat Imam Malik diperdebatkan, jika persewaan berbeda-beda pendapatnya tentang sewa barang yang tidak jelas, untuk pemenuhan manfaat yang jelas.

Dalam kaitan ini Abdul Wahhab berkata : “ Pendapat yang kuat dalam madzab rekan-rekan kami adalah bahwa tempat pemenuhan manfaat tidak hanya terjadi pada sewa menyewa.

Jika ditentukan, maka hal itu seperti sifat yang tidak batal karena dijual atau hilang. Tidak demikian halnya dengan barang yang disewakan apabila kemudian barang itu rusak.”

Mengenai sewa menyewa tanah tadah hujan, jika musim kemarau menghalangi tanah tersebut untuk ditanami atau dapat ditanami tetapi tanaman tersebut tidak dapat tumbuh karena kemarau itu, maka menurut Malik, akad sewa menyewa itu menjadi batal.

Begitu pula halnya apabila tanah tersebut terhalang oleh hujan yang berkepanjangan dan bencana-bencana lain yang menimpa tanaman sehingga musim menanam habis sedang penyewa tidak dapat menanami, maka sewanya itu tidak dikurangi sedikitpun.

Pengembalian barang sewaan

Jika ijarah telah berakhir, penyewa berkewajiban mengembalikan barang sewaannya. Jika barang itu berbentuk barang dapat dipindah, ia wajib menyerahkannya kepada pemiliknya.

Dan jika berbentuk barang yang tidak bergerak (‘iqar), ia berkewajiban menyerahkan kepada pemiliknya dalam keadaan kosong (tidak ada) hartanya (harta si penyewa).

Jika berbentuk tanah pertanian, ia wajib menyerahknnya dalam keadaan tidak bertanaman, kecuali jika terdapat uzur seperti yang telah lalu, maka ia tetap berada di tangan penyewa sampai batas waktu masa diketam, dengan pembayaran yang serupa.

Sebenarnya masih banyak lagi Ketentuan dan Penyelesaian Masalah akad ijarah yang harus diselesaikan. Insyaallah akan kita bahas pada kesempatan yang akan datang.