Perbedaan Bank Konvensional Dan Bank Syariah
Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah– Saat menentukan bank sebagai partner untuk menyimpan dan meminjam uang. Biasanya masyarakat tidak melihat dan bahkan acuh terhadap konsep dan prinsip suatu bank. Dan mengutamakan bunga yang besar saat mereka menyimpan uang. Dan memilih bank dengan bunga yang kecil saat meminjam uang.
Padahal setiap bank memiliki konsep dan prinsip masing-masing. Ada perbedaan konsep mendasar antara bank syariah dan bank konvensional. Pada bank konvensional terdapat dua perjanjian yang saling terpisah.
Pertama, perjanjian antara pihak bank dan nasabah penabung, yaitu penabung menaruh dananya di bank tersebut dengan mendapat sejumlah persentase tertentu bunga dari pihak bank.
Kedua, perjanjian antara pihak bank dan nasabah peminjam, yaitu bank meminjamkan dananya kepada nasabah peminjam dan berhak mendapatkan sejumlah persentase tertentu bunga dari nasabah peminjam.
Keuntungan bank adalah dengan mengambil selisih tingkat bunga dari yang ditawarkan kepada nasabah penabung dengan tingkat bunga yang dikenakan kepada nasabah peminjam.
Adapun pada bank syariah terdapat kesatuan perjanjian antara bank dan nasabah penabung dan antara bank dan nasabah pembiayaan. Nasabah penabung menaruh dananya di bank syariah dengan mendapatkan sejumlah nisbah bagi hasil.
Kemudian, dana tersebut digunakan untuk pembiayaan kepada nasabah pembiayaan, dan bank mendapatkan sejumlah tertentu nisbah bagi hasil atas usaha yang dibiayai tersebut.
Oleh karena itu, bagi hasil yang akan didapatkan oleh nasabah penabung bergantung pada bagi hasil yang diterima bank syariah dari nasabah pembiayaannya.
Ciri-ciri Bank Syariah
Ada beberapa ciri-ciri bank syariah yang membedakan dengan bank konvensional, yaitu sebagai berikut:
1. Beban biaya yang disepakati bersama pada waktu akad perjanjian diwujudkan dalam bentuk jumlah nominal yang besarnya tidak kaku dan dapat dilakukan dengan kebebasan untuk tawar-menawar dalam batas wajar.
Beban biaya tersebut hanya dikenakan sampai batas waktu sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak.
2. Penggunaan persentase dalam hal kewajiban untuk melakukan pembayaran selalu dihindari karena persentase bersifat melekat pada sisa utang meskipun batas waktu perjanjian telah berakhir, sehingga yang dipergunakan adalah nisbah bagi hasil.
3. Dalam kontrak-kontrak pembiayaan proyek, bank syariah tidak menerapkan perhitungan berdasarkan keuntungan pasti yang ditetapkan di muka. Hal ini karena pada hakikatnya, yang mengetahui untung-ruginya suatu proyek yang dibiayai bank hanya Allah.
Tingkat keuntungan yang dipergunakan adalah tingkat keuntungan aktual. Apabila tingkat keuntungan aktual lebih kecil daripada tingkat keuntungan proyeksi, yang dipergunakan adalah tingkat keuntungan aktual tersebut.
4. Pengerahan dana masyarakat dalam bentuk deposito tabungan oleh penyimpan dianggap sebagai titipan (al-wadi’ah).
Sedangkan bagi bank syariah dianggap sebagai titipan yang diamanatkan sebagai penyertaan dana pada proyek-proyek yang dibiayai bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah sehingga pada penyimpan tidak dijanjikan imbalan yang pasti.
5. Terdapatnya Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam struktur organisasi bank syariah yang bertugas mengawasi operasionalisasi bank dari sudut syariahnya.
Selain itu, manajer dan pimpinan bank Islam harus menguasai dasar-dasar muamalah Islam. Unsur Dewan Pengawas Syariah inilah yang membedakan struktur organisasi antara bank syariah dan bank konvensional.
6. Fungsi kelembagaan bank syariah selain menjembatani antara pihak pemilik modal dan pihak yang membutuhkan dana, juga mempunyai fungsi khusus.
Yaitu fungsi amanah, artinya berkewajiban menjaga dan bertanggung jawab atas keamanan dana yang disimpan dan siap sewaktu-waktu apabila dana diambil pemiliknya.
Dari berbagai penjelasan yang di kemukakan oleh para ahli seperti Muhammad Syafii Antonio dan Arcasya berikut ini perbedaan yang bisa kita simpulkan. Antara bank syariah dan bank konvensional sebagai berikut :
1. Akad produk bank
Pada bank syariah, akad transaksi yang dibuat harus benar-benar sesuai dengan prinsip syariah Islam dan harus pula memenuhi aturan hukum positif yang berlaku. Sehingga ada dua aspek hukum yang terpenuhi dalam pola transaksi di bank syariah, yaitu aspek hukum positif dan aspek hukum yang sesuai syariat Islam.
2. Pola hubungan dengan nasabah
Apabila pada bank konvensional pola hubungan yang tercipta adalah debitur-kreditur, pada bank syariah, pola hubungan yang tercipta adalah pola kemitraan.
Hal ini dikarenakan sistem yang disusun menggunakan skema bagi hasil yang Jebih memberikan keadilan dan ketenteraman kepada seluruh pihak terkait.
3. Lembaga pengawas
Pada bank konvensional, lembaga yang berfungsi mengawasi hanya dewan komisaris. Sedangkan pada bank syariah, selain dewan komisaris, terdapat pula dewan pengawas syariah yang ada pada setiap bank dengan fungsi dan tanggung jawab untuk memastikan bahwa operasional perbankan benar-benar telah sesuai dengan syariah.
Selain itu, terdapat pula Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang berfungsi mengeluarkan berbagai fatwa terkait akad-akad transaksi di perbankan syariah.
Sinergitas antara dewan komisaris, dewan pengawas, dan dewan syariah nasional memastikan operasional perbankan syariah dapat berjalan sesuai dengan syariat serta aturan yang berlaku.
4. Penyelesaian sengketa
Pada bank konvensional, setiap penyelesaian sengketa diselesaikan di pengadilan. Adapun pada bank syariah, selain penyelesaian sengketa di pengadilan, dimungkinkan untuk diselesaikan pada badan arbitrase syariah nasional.
5. Orientasi investasi dan keuntungan
Bank konvensional murni hanya berorientasi pada keuntungan yang bersifat duniawi, sehingga orientasi investasi pun mencakup segala bidang, Selama menguntungkan, akan diambil tanpa melihat apakah industri tersebut halal atau haram.
Adapun bank syariah berorientasi tidak semata pada keuntungan duniawi, tetapi juga keuntungan ukhrawi. Dengan demikian, selain mencari keuntungan, terdapat pula dimensi sosial yang diemban oleh perbankan syariah.
Orientasi bisnis pada perbankan syariah hanya terfokus pada industri yang halal, sedangkan industri yang haram meskipun memiliki potenai mendapatkan keuntungan yang sangat besar tidak bola dilaksanakan.
6. Lingkungan kerja dan corporate culture
Bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah, baik dalam hal etika, profesionalitas, kapabilitas, dan kepribadian.
Dengan melihat perbedaan yang ada pada bank syariah dan bank umum di atas bisa menjadikan kita bijak dalam memilih bank untuk menyimpan dan meminjam uang. Setidaknya bisa kita jadikan informasi saat kita hendak menentukan bank sebagai partner. Semoga pembahasan pada kesempatan kali ini bermanfaat.
DAFTAR ISI