Pengertian Rahn dan Penjelasannya Menurut Ulama
Pengertian Rahn dan Penjelasannya Menurut Ulama – Hampir di semua lembaga keuangan, baik syariah maupun konvensional. Selain menerapkan akad mudharabah, murabahah, ijarah dan sebagainya juga telah diterapkan akad rahn (gadai). Sekalipun dengan bentuk dan ketentuan yang bervariasi.
Variasi ini bergantung pada penekanan prinsip operasional dan produk dari masing-masing lembaga keuangan itu sendiri. Penerapan rahn di bank syariah tentu akan berbeda dengan penerapan rahn di gadai syariah, karena penekanan dari kedua lembaga keuangan tersebut berbeda.
Bank Syariah lebih menempatkan rahn sebagai instrumen pendukung, sedangkan gadai syariah menempatkannya sebagai instrumen utama. Ada sebagian lembaga keuangan yang menerapkan akad rahn sebagai instrumen utama dan ada pula sebagian lembaga keuangan yang menerapkannya sebagai instrumen pendukung.
Penerapan rahn di lembaga keuangan bergantung pada urgensitasrahn di lembaga keuangan itu sendiri. Seba misal, bank syariah menjadikan rahn sebagai pendukung dalam implementasi pembiayaan mudharabah. Penggunaan rahn ini dilakukan oleh bank svariah dalam upaya meminimalisasi risiko ketika nasabah melakukan wanprestasi. Pembahasan berikut akan mencoba menjelaskan bagaimana rahn diimplementasikan di lembaga-lembaga keuangan syariah.
Namun, sebelum pembahasan tersebut tampaknya perlu terlebih dahulu menjelaskan apa sesungguhnya yang dimaksud dengan rahn dan bagaimana ketentuan yang ada dalam rahn itu. Pembahasan lain dalam sajian berikut adalah pembahasan tentang produk hukum yang berkaitan dengan rahn. Pembahasan pada gilirannya akan diakhiri dengan uraian tentang implementasi rahn di lembaga keuangan syariah.
Pengertian Rahn
Secara bahasa, rahn berarti tsubut wadawam (tetap dan lama). Ada sebagian yang menyatakan bahwa kata rahn bermakna tertahan dengan dasar firman Allah:
كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ
“Tiap-tiap diri bertanggung jawab (tertahan) atas apa yang telah diperbuatnya.” (QS. Al-Mudatstsir ayat 38)
Kata rahinah dalam ayat tersebut bermakna tertahan.
Pengertian kedua ini hampir sama dengan yang pertama karena yang tertahan itu berada tetap di tempatnya.
Sedangkan secara istilah, pengertian rahn berarti menjadikan sebuah barang sebagai jaminan utang yang dapat dijadikan pembayar apabila tidak bisa membayar utang. Hal ini berarti bahwa rahn sama artinya dengan borg, yakni sesuatu yang digadaikan oleh orang yang berutang dan sewaktu-waktu bisa disita apabila pihak yang berutang tersebut tidak bisa membayar utangnya. Makna yang hampir mirip tentang rahn ini dikemukakan oleh Ibn Qudamah.
Dengan mengutip pendapat ulama Hanabilah, Ibn Qudamah mengartikan rahn dengan harta yang dijadikan sebagai jaminan utang untuk dijadikan sebagai harga pembayar apabila pihak yang berutang tidak dapat membayar utangnya kepada pihak pemberi pinjaman.
Hal ini berarti bahwa rahn dapat dijadikan sebagai alat tukar atau bahkan pengganti bagi pihak yang meminjam uang atau barang.
Landasan hukum akad rahn
Keabsahan akad rahn dalam Islam didasarkan pada Al-Quran, al-Sunnah, dan ljma’. Di antara Al-Quran yang dijadikan sebagai landasan bagi keabsahan akad rahn adalah:
وإن كنتم على سفرولم تجدواكاتبافرهان مقبوضة (البقرة : ۲۸۳)
“Dan apabila kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang. (Al-Baqarah ayat 282).
Sedangkan hadis yang mengabsahkan akad rahn adalah sebagai berikut:
أن رسول الله صلی الله عليه وسلم اشتری طعاما من يهودي الى اجل ورهن درعامن حديد )رواه البخاري ومسلم)
“Sesungguhnya Rasulullah Saw. pernah membeli makanan dengan berutang dari seorang Yahudi dan Rasulullah Saw. menggadaikan sebuah baju besi kepadanya.” (riwayat Bukhari dan Muslim).
لايغلق الرهن من صاحبه اللذي رهنه, له غنمه وعليه غرمه (رواه ابن ماجة)
“Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya. 10 memperoleh manfaat dan menanggung risikonya.” (Riwayat IbnMajah).
الظهريركب بنفقته إذاکان مرهونا, ولبن الدريشرب بنفقته إذاكان مرهونا, وعلى الذي يركب ويشرب النفقة (رواه الجماعة)
Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan endnggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat diperah deyd dengan menanggung biayanya. Orang yang menggunakan kendaraan memerah susu tersebut wajib menanggung biaya perawatan dan pemeliharaan” (Riwayat Jama’ah).
Selain itu, keabsahan akad rahn ini didasarkan pula ijma para ulama.
Menurut Wahbah al-Zuhayli bahwa para ulama sepakat tentang kebolehan akad rahn tanpa ada seorang ulama pun yang menolaknya.
Syarat rukun rahn
Dalam menjalankan rahn terdapat lima unsur yang mesti ada, yaitu rahin, murtahin, ijab wa qabul, marhun, dan marhunbih. Rahin adalah orang yang menggadaikan hartanya dengan menerima pinjaman (marhunbih), sedangkan murtahin adalah orang yang menerima gadai dengan menerima harta gadai (marhun).
Marhun adalah barang yang dijadikan jaminan oleh pihak rahin, sedangkan marhunbih adalah utang yang diberikan oleh murtahin kepada rahin.
Dalam konteks fikih, ada beberapa ketentuan yang berkaitan dengan rann ini. Ketentuan fiqh yang paling utama berkaitan erat dengan implementasi rahn dalam lembaga keuangan syariah adalah rukun dan syarat rahn, serta masa berakhirnya rahn.
Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa rahn itu terdiri dari 5 (lima) rukun, yaitu rahin, murtahin, ijab waqabul, marhun, dan marhunbih.
Syarat bagi yang melakukan akad (rahin dan murtahin), adalah ahli dalam melakukan tasharruf, yaitu mampu membelanjakan harta dan dalam hal ini memahan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan gadai.
Barang jaminan (Marhun) ulama Hanafiyah mensyaratkan dapat diperjual belikan, bermanfaat, jelas, milik rahin, bisa diserahkan, tidak bersatu dengan harta lain, dikuasai oleh rahin dan merupakan harta yang tetap atau dapat dipindahkan.
Demikian pembahasan pada kesempatan ini mengenai pengertian rahn (gadai) beserta penjelasannya. Semoga bermanfaat dan sampai jumpa pada kesempatan yang lain dalam pembahasan produk hukum rahn dalam lembaga keuangan syariah.
DAFTAR ISI