Kamis , November 21 2024

Hukum Kredit Dalam Pandangan Islam

Hukum Kredit Dalam Pandangan Islam – Dalam beberapa dasawarsa ini praktek jual beli secara kredit sudah sangat menjamur di masyarakat kita.

Praktek kredit tersebut bisa kita dapati dalam semua kebutuhan manusia seperti kebutuhan elektronik, otomotif sampai kebutuhan rumah tangga, semuanya bisa di dapatkan dengan cara kredit.

Menyikapi masalah ini fiqih mempunyai peranan penting dalam menyelesaikan kemungkinan-kemungkinan masalah yang akan terjadi dalam transaksi kredit tersebut.

Berarti kemungkinan terjadinya riba, kemungkinan adanya unsur penipuan, kemungkinan yang mengakibatkan kerugian terhadap penjual dan pembeli.

Salah satu ciri dari hukum Islam adalah fleksibel dalam menghukumi suatu masalah. Hal tersebut dikarenakan penyelesaiaan masalah menggunakan beberapa metode yang berbeda dan melihat dari sudut pandang yang luas.

Sehingga tidak menutup kemungkinan satu permasalahan terdapat beberapa hukum, termasuk hukum kredit.

Hukum Kredit Menurut Pendapat Ulama

1. Pendapat Yang Mengharamkan Kredit

Yang pertama berpendapat bahwa kredit dalam hukum ekonomi syariah haram secara mutlak karena didalamnya memuat unsur-unsur ribawi atau setidaknya melanggar syariat Islam seperti melanggar dalam ketentuan hadis.

Pertama hadits yang melarang dua transaksi satu transaksi

نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن بيعة في بيعتين

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melarang dua akad transaksi dalam satu akad transaksi.

Kedua, hadis yang diriwayatkan abi Hurairah radhiyallahu anhu “barangsiapa yang menjual dengan pola 2 transaksi jual beli 1 transaksi, ia bisa memilih antara mengambil harga yang terendah diantara kedua harga yang ditawarkan terjebak dalam riba.

Ketiga, hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud dalam sunannya. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melarang jual beli orang yang terpaksa, jual-beli yang mengandung unsur penipuan dan jual beli buah-buahan yang sebelum matang.

Selain berpendapat dengan dalil sunnah tersebut para ulama juga menggunakan dalil logika (ma’qul) dalam menghukumi haramnya kredit.

Salah satu ciri yang membedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah cara mengatasi beban biaya dalam sebuah transaksi. Pembayaran kredit bisa diposisikan sebagai Pembayaran utang yang dibayarkan secara bertahap.

Jika seseorang berhutang uang sebesar Rp500.000 pengembaliannya pun harus sesuai dengan hutang tersebut sebesar Rp500.000. Jika ada selisih antara beban hutang dan pokok hutang maka bisa dipastikan transaksi pinjam meminjam tersebut terdapat unsur riba.

Sama halnya dengan kredit jika harga pokok barang yang dikreditkan sebesar 10 juta, maka harusnya dalam transaksi kredit harus sesuai dengan harga pokok yaitu 10 juta. Jika akumulasi pembayaran lebih dari 10 juta, maka kelebihan tersebut adalah riba.

2. Pendapat Kedua Tentang Halalnya Kredit

Pendapat kedua tentang hukum kredit. Kalangan yang membolehkan jual beli secara kredit melandaskan pendapat mereka pada dalil-dalil dasar dari Alquran, sunnah, konsensus, atsar, dan nalar logis.

Dalil dari Al-Qur’an

Halalnya kredit berdasarkan dalil Alquran menggunakan quran surat an-nisa ayat 29.

يا ايها الذين امنوا لا تاكلوا اموالكم بينكم بالباطل الا ان تكون تجارة عن تراض منكم…(البقرة ٢٩)

Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu yang batil dengan jalan yang batil kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu (saling ridha).

Transaksi kredit terhadap pembelian merupakan kebutuhan antara penjual dan pembeli penjual membutuhkan adanya penjualan dan pembeli membutuhkan barang yang dikehendaki.

Ketika penjual dan pembeli telah menyepakati sistem pembayaran dengan kredit maka bisa ditarik kesimpulan bahwa penjual dan pembeli tersebut sama-sama melakukan keridhoan dalam transaksi tersebut.

Dari Sunnah Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam

Riwayat yang menyatakan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pernah memerintahkan Abdullah bin Amr bin Ash untuk menyiapkan bala tentara, iya membeli 1 ekor unta dengan harga 2 ekor unta karena pembayaran tertunda.

Ini merupakan dalil yang jelas atas bolehnya mengambil tambahan pada harga sebagai ganti atau kompensasi penundaan waktu pembayaran.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa nabi memerintahkan untuk mengusir Bani nadhir, kemudian ada segerombolan orang yang datang menemui nabi kata, “hai nabi Allah, anda memerintahkan untuk mengusir kami dari Madinah, sementara kami memiliki banyak piutang pada orang orang yang belum jatuh tempo.

Kemudian nabi bersabda: Kurangi nominal piutang kalian dan Mintalah pelunasan segera” hadits riwayat Al Hakim.

Berangkat dari hadits ini dapat kita simpulkan bahwa. “Jika suatu barang dijual dengan pembayaran kredit kemudian pembeli terpaksa melunasinya sampai jatuh tempo diperbolehkan mengurangi tagihan.

Dengan kadar yang disesuaikan dengan rentang waktu antara tanggal jatuh tempo tanggal pelunasan.
Dari hadis ini juga menunjukkan dibolehkannya akad kredit dengan harga yang berbeda antara kredit dan tunai.

Pendapat Imam Nawawi

bersumber dari Jual Beli Kredit, Apakah Sama dengan Riba? Imam Nawawi menyatakan di dalam kitab Raudlatu al-Thalibin, bahwasannya jual kredit hukumnya adalah “boleh.”

أما لو قال بعتك بألف نقداً وبألفين نسيئة… فيصح العقد

Artinya: “Andai ada seorang penjual berkata kepada seorang pembeli: “Aku jual ke kamu (suatu barang), bila kontan dengan 1.000 dirham, dan bila kredit sebesar 2.000 dirham, maka aqad jual beli seperti ini adalah sah.” (Abu Yahya bin Syaraf al-Nawawi, Raudlatu al-Thâlibîn, Maktabah Kairo, Juz 3, hal 397).

4. Pendapat Ketiga Tentang Makruh Atau Syubhatnya Kredit.

Jika pendapat yang pertama secara tegas mengatakan bahwa kredit adalah sesuatu yang haram karena di dalamnya terdapat unsur riba. Juga pendapat yang kedua yang secara tegas memperbolehkan kredit sebagai sarana untuk mendapatkan barang. Pendapat ketiga ini cenderung lebih moderat.

Jual beli dengan waktu pembayaran yang ditunda dan disertai tambahan harga sebagai kompensasi dari dari penundaan waktu, hukumnya tidak haram secara mutlak, namun juga tidak halal secara mutlak tetapi makro dan termasuk syubhat yang harus dihindari.

Sesuatu yang berstatus seperti ini masuk dalam kriteria hukum syubhat yang telah dinyatakan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam hadis yang cukup populer.

الحلال بين, والحرام بين, وبينهما امور مشتبهات, لا يعلمها كثير من الناس برنامج فمن اتقى الشبهات، فقد استبرا لدينه وعرضه، ومن وقع في المشتبهات واقع في الحرام ، كراع يرعى حول الحلمى يوشك ان يواقعه، الا وإن لكل ملك حمى ، الا وان حمى الله في ارضه محارمه، الا وان في الجسد مضغة، اذا صلحت صلح الجسد كله، واذا فسدت فسد الجسد كله، الا وهي القلب. (رواه الشيخان)

Sesungguhnya sesuatu yang halal adalah jelas, yang haram adalah jelas, dan diantara keduanya ada perkara-perkara yang meragukan (syubhat) yang tidak diketahui oleh banyak orang. Barangsiapa yang berkomitmen menjauhi perkara syubhat, maka ia berarti telah membebaskan agama dan kehormatannya.

Dan barangsiapa yang terjatuh dalam hal-hal syubhat, maka ia telah terjebak dalam keharaman. Persis sebagaimana penggembala menggembala hewan gembalanya di tepi daerah yang dilindungi, hingga ia nyaris merumput di dalamnya. Ketahuilah, buahnya setiap Raja mempunyai ketentuan-ketentuan dan daerah ketentuan Allah adalah hal-hal yang diharamkan nya.

Ketahuilah sesungguhnya dalam jasad manusia terdapat segumpal darah yang Jika ia baik maka baiklah tubuh, dan jika ia rusak rusaklah seluruh tubuh. (HR. Bukhari dan Muslim).

Demikian pembahasan tentang hukum kredit dalam pandangan islam kami sampaikan. Semoga sedikit ilmu yang penulis bagikan menjadikan keberkahan dan manfaat bagi kita semua. Wallahu ‘Alam. Wassalamualaikum Wr. Wb.