Kamis , November 21 2024

Wakaf : Definisi, Manfaat dan Prosedur untuk Melakukan Wakaf

Wakaf : Definisi, Manfaat dan Prosedur untuk Melakukan Wakaf

Pengertian mengenai apa itu wakaf

Wakaf atau “Waqf” adalah salah satu istilah dalam bahasa Arab yang berarti menahan diri. Dalam fiqih Islam, wakaf diartikan sebagai hak pribadi yang dipindahkan menjadi kepemilikan umum atau lembaga, sehingga manfaatnya bisa dinikmati oleh masyarakat secara luas.

Wakaf dapat didefinisikan sebagai pengalihan hak milik sementara atau selamanya dari seseorang kepada Allah SWT dengan maksud untuk digunakan bagi kepentingan umat manusia. Wakaf dapat dilakukan dengan memberikan sebagian harta seperti tanah, bangunan, dan lain-lain kepada pihak tertentu yang bertugas mengelolanya.

Dalam fiqih Islam, wakaf merupakan suatu perbuatan amal yang dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat. Harta yang diwakafkan dapat berupa tanah, bangunan, atau barang lainnya. Tujuan utama dari wakaf adalah untuk kepentingan umum dan kemaslahatan masyarakat.

Menurut hukum Islam, wakaf merupakan hak milik pribadi yang diwakafkan dengan tujuan agar manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat luas. Sehingga, ketika seseorang mewakafkan harta miliknya, maka harta tersebut tidak boleh dijual atau dipindahtangankan ke pihak lain.

Manfaat Wakaf Bagi Masyarakat

Wakaf memiliki banyak manfaat bagi masyarakat, terutama dalam bidang sosial dan ekonomi. Dalam bidang sosial, wakaf dapat memberikan manfaat bagi masyarakat yang membutuhkan, seperti pembangunan masjid, rumah sakit, atau sekolah.

Sementara itu, dalam bidang ekonomi, wakaf dapat memberikan manfaat bagi masyarakat yang ingin mengembangkan usaha atau memperoleh modal. Dengan memanfaatkan harta wakaf, masyarakat dapat memperoleh pinjaman tanpa harus membayar bunga atau riba.

Selain itu, wakaf juga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dalam jangka panjang, seperti pembangunan infrastruktur yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Wakaf memiliki manfaat besar bagi umat manusia, di antaranya adalah:

  1. Membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok seperti tempat ibadah, rumah sakit, dan sekolah.
  2. Menjadi sumber penghasilan bagi lembaga-lembaga amal yang bertanggung jawab mengelola wakaf tersebut.
  3. Dapat menjadi sumber pendidikan dan pengajaran bagi masyarakat, khususnya dalam bidang agama.

Syarat dan Ketentuan Wakaf

Wakaf merupakan amalan mulia dalam Islam yang mempunyai manfaat besar bagi kepentingan umum. Sebelum melakukan wakaf, ada beberapa syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi. Dalam artikel ini, kita akan membahas secara detail mengenai syarat-syarat penting sebelum melakukan wakaf.

Syarat 1: Adanya Wakif

Syarat pertama dalam wakaf adalah adanya wakif. Wakif adalah pemberi wakaf yang harus memenuhi beberapa kriteria seperti memiliki akal sehat, memiliki harta yang cukup untuk diberikan sebagai wakaf, dan tidak berada di bawah pengampuan hukum serta harus merdeka.

Syarat 2: Harta Mauquf

Syarat kedua yang harus dipenuhi dalam wakaf adalah harta mauquf. Harta yang diberikan sebagai wakaf haruslah memiliki nilai, benda yang halal, memiliki wujud nyata, dan sebelumnya dimiliki oleh wakif sebelum dipindahtangankan. Dalam hal ini, wakif harus menyerahkan harta tersebut kepada mauquf ‘alaih.

Syarat 3: Mauquf ‘Alaih

Syarat ketiga dalam wakaf adalah mauquf ‘alaih. Mauquf ‘alaih adalah penerima harta wakaf yang bisa berupa perorangan atau badan tertentu. Penerima wakaf harus secara tegas mengikrarkan wakaf, dipergunakan untuk kepentingan umum dan ibadah, dan mampu menjelaskan rencana penggunaan harta mauquf.

Syarat 4: Shighat

Syarat terakhir dalam wakaf adalah shighat. Shighat adalah akad yang diikrarkan baik berupa tulisan maupun lisan dari wakif secara saat itu juga, tidak terbatas waktu, tidak diikuti syarat bathil, dan tidak dapat dibatalkan. Shighat harus mengandung ungkapan yang jelas dan tegas, serta tidak boleh samar atau ambigu.

syarat harta yang diwakafkan

Syarat harta yang diwakafkan adalah :

  1. Harta yang diwakafkan harus halal dan tidak bercampur dengan harta yang haram

Salah satu syarat wakaf yang paling penting adalah harta yang diwakafkan haruslah halal. Harta yang diwakafkan juga harus benar-benar milik si pemberi wakaf dan tidak bercampur dengan harta yang haram. Ini sangat penting karena wakaf yang dilakukan dengan harta yang haram atau bercampur dengan harta yang haram akan dianggap tidak sah.

  1. Harta yang diwakafkan harus memenuhi syarat syariah

Harta yang diwakafkan harus memenuhi syarat syariah, artinya harta tersebut dapat diperjualbelikan dan dapat dimanfaatkan oleh orang banyak. Misalnya, harta yang diwakafkan harus dalam bentuk tanah atau bangunan yang dapat dimanfaatkan sebagai masjid, sekolah, rumah sakit, atau pusat kesehatan masyarakat.

  1. Wakif harus benar-benar memiliki hak untuk melakukan wakaf

Wakif harus benar-benar memiliki hak untuk melakukan wakaf, artinya wakif harus memiliki harta yang akan diwakafkan secara sah dan diperbolehkan oleh hukum Islam. Selain itu, wakif juga harus memiliki hak untuk menentukan pemanfaatan harta wakaf tersebut.

  1. Kadar Harta

Harta wakaf wajib diketahui kadar pastinya sehingga tidak boleh mengira-ngira ataupun memalsukan kadarnya;

  1. Harta wakaf merupakan jenis harta yang berdiri sendiri. Harta yang diwakafkan tidak boleh melekat kepada harta lain (ghaira shai).

Dasar hukum wakaf

Dasar hukum wakaf di Indonesia terdapat pada beberapa undang-undang, yaitu:

  1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, yang mengatur mengenai pengertian wakaf, jenis-jenis wakaf, pihak-pihak yang terlibat dalam wakaf, pengelolaan wakaf, dan tata cara pemindahtanganan wakaf.
  2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang mengatur mengenai hukum wakaf secara umum, termasuk persyaratan sahnya wakaf, penerima wakaf, dan hak-hak penerima wakaf.
  3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1960 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Agraria, yang mengatur mengenai status tanah yang diwakafkan dan prosedur pemindahan hak milik tanah wakaf.
  4. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 24 Tahun 2002 tentang Wakaf Uang, yang memperbolehkan penggunaan uang sebagai harta wakaf.
  5. Putusan Mahkamah Agung Nomor 1388 K/Pdt/2009 tentang Sengketa Harta Wakaf, yang memberikan pengertian mengenai sengketa harta wakaf dan tata cara penyelesaiannya.

Ketentuan-ketentuan dalam undang-undang dan peraturan tersebut di atas mengatur mengenai pengertian, jenis, persyaratan, dan tata cara pengelolaan wakaf di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa wakaf adalah hal yang sangat penting dan diakui secara hukum di Indonesia.

Hadits tentang wakaf

Di antara hadis yang menjadi dasar dan dalil wakaf adalah hadis yang menceritakan tentang kisah Umar bin al-Khaththab  ketika memperoleh tanah di Khaibar. Setelah ia meminta petunjuk Nabi tentang tanah tersebut, Nabi  menganjurkan untuk menahan asal tanah dan menyedekahkan hasilnya.

Hadis tentang hal ini secara lengkap adalah; “Umar memperoleh tanah di Khaibar, lalu dia bertanya kepada Nabi dengan berkata; Wahai Rasulullah, saya telah memperoleh tanah di Khaibar yang nilainya tinggi dan tidak pernah saya peroleh yang lebih tinggi nilainya dari padanya. Apa yang baginda perintahkan kepada saya untuk melakukannya? Sabda Rasulullah: “Kalau kamu mau, tahan sumbernya dan sedekahkan manfaat atau faedahnya.” Lalu Umar menyedekahkannya, ia tidak boleh dijual, diberikan, atau dijadikan wariskan. Umar menyedekahkan kepada fakir miskin, untuk keluarga, untuk memerdekakan budak, untuk orang yang berperang di jalan Allah, orang musafir dan para tamu. Bagaimanapun ia boleh digunakan dengan cara yang sesuai oleh pihak yang mengurusnya, seperti memakan atau memberi makan kawan tanpa menjadikannya sebagai sumber pendapatan.”

Hadis lain yang menjelaskan wakaf adalah hadis yang diceritakan oleh imam Muslim dari Abu Hurairah. Nas hadis tersebut adalah; “Apabila seorang manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali dari tiga sumber, yaitu sedekah jariah (wakaf), ilmu pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya,  dan anak soleh yang mendoakannya.” sumber (dasar hukum wakfa)

Perbedaan wakaf dan hibah

Wakaf dan hibah adalah dua konsep yang berbeda dalam hukum Islam, meskipun keduanya melibatkan pemberian harta kepada orang lain.

Wakaf adalah pemberian harta yang dilakukan oleh seseorang (wakif) dengan maksud agar harta tersebut menjadi milik Allah SWT dan digunakan untuk kepentingan umum, seperti membangun masjid, rumah sakit, sekolah, atau tempat lain yang bermanfaat bagi masyarakat. Dalam wakaf, harta tersebut tidak bisa diambil kembali oleh wakif atau keluarganya, dan harus dijaga dan dimanfaatkan dengan baik oleh lembaga yang ditunjuk sebagai pengelola wakaf.

Sedangkan hibah adalah pemberian harta yang dilakukan oleh seseorang (hibah donor) kepada orang lain (hibah receiver) dengan maksud memberikan kebaikan atau manfaat kepada penerima hibah. Hibah bisa diberikan dengan syarat atau tanpa syarat, dan penerima hibah bisa menggunakannya sesuai keinginannya. Dalam hibah, penerima hibah dapat langsung menggunakan harta tersebut setelah diterima, tanpa ada batasan waktu atau keperluan tertentu.

Perbedaan utama antara wakaf dan hibah adalah bahwa harta yang disumbangkan dalam wakaf dijadikan milik Allah SWT dan dimanfaatkan untuk kepentingan umum, sementara harta yang diberikan dalam hibah tetap menjadi milik penerima hibah dan dapat digunakan sesuai keinginannya. Selain itu, wakaf juga memiliki aturan khusus dalam hal pengelolaan dan penggunaannya, sedangkan hibah tidak memiliki aturan yang begitu ketat.

Prosedur untuk Melakukan Wakaf

Berikut ini adalah prosedur untuk melakukan wakaf:

  1. Menentukan jenis wakaf yang akan dilakukan, apakah wakaf tunai atau wakaf produktif.
  2. Memilih lembaga atau yayasan yang akan bertanggung jawab mengelola wakaf tersebut.
  3. Menentukan objek wakaf, apakah berupa tanah, bangunan, atau harta lainnya.
  4. Melakukan proses pengalihan hak milik objek wakaf kepada lembaga yang ditunjuk.
  5. Menyerahkan dokumen-dokumen yang diperlukan, seperti akta wakaf, surat pernyataan, dan lain-lain.
  6. Melakukan pemantauan terhadap objek wakaf untuk memastikan bahwa wakaf tersebut digunakan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

Pertanyaan tentang wakaf

1. orang atau lembaga yang berhak menerima harta wakaf disebut

Orang atau lembaga yang berhak menerima harta wakaf disebut mustahik atau pengelola wakaf.

2. orang yang berwakaf disebut

Orang yang berwakaf disebut wakif.

3. orang yang menerima wakaf disebut

Orang yang menerima wakaf disebut mustahik.

4. orang yang menerima barang wakaf disebut

Orang yang menerima barang wakaf disebut mustahik.

5. wakaf termasuk amalan sedekah jariyah artinya

Benar, wakaf termasuk amalan sedekah jariyah yang artinya pahalanya terus mengalir bahkan setelah pemberian harta wakaf.

6. ijab qabul dalam wakaf harus mengandung unsur kata

Ijab qabul dalam wakaf harus mengandung unsur kata yang menunjukkan pernyataan penghibahan atau pemberian harta, seperti “wakaf”, “hibah”, atau “sumbangan wakaf”.

7. ketika hendak berwakaf harta yang paling baik untuk diwakafkan adalah

Ketika hendak berwakaf, harta yang paling baik untuk diwakafkan adalah harta yang tidak diperlukan lagi oleh wakif, seperti harta warisan atau harta yang tidak menghasilkan penghasilan yang signifikan.

8. pemanfaatan harta wakaf harus sesuai dengan

Pemanfaatan harta wakaf harus sesuai dengan maksud dan tujuan wakaf yang ditentukan oleh wakif, seperti membangun masjid, rumah sakit, sekolah, atau tempat lain yang bermanfaat bagi masyarakat. Pemanfaatan harta wakaf juga harus transparan dan akuntabel, serta tidak bertentangan dengan hukum dan norma-norma yang berlaku.